1.1.a.10.2. Jurnal Refleksi – Minggu 2

Jurnal Refleksi Mingguan Ke 1 Calon Guru Penggerak

Refleksi filosofis pemikiran Ki Hadjar Dewantara menjadi penguatan dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru sebagai pendidik dan pembelajar.

TUNTUNAN RELEVANSI PENDIDIKAN KHD

Untuk itu, pola pembelajaran yang memberi ‘perintah’, hukuman sepihak, dan paksaan perlu diubah dengan pola Amongsysteem. Dimana guru memerankan perannya sebagai Tut Wuri Handayani yakni dengan tetap memengaruhi peserta didik namun dengan memberikan kemerdekaan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri.

Kemerdekaan yang dimaksud adalah kemerdekaan dalam berpikir, berinisiatif, bertindak, dan mengambil  keputusannya sendiri. Untuk mewujudkan hal tersebut peran guru lebih menitikberatkan perannya sebagai coaching, tanpa meninggalkan peran lainnya sebagai mentor (pembimbing)  dan konselor ( melayani konseling; penasihat; penyuluh )

Dengan demikian maka proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sejatinya merupakan cermin dari pemikiran Ki Hajar Dewantara. Memaknai hal ini, seorang guru ketika memasuki ruang kelas harus sudah merancang pembelajaran sedemikian rupa agar  peserta didik menggali informasi sendiri, mengamati sendiri, mempraktikkan sendiri, dan mengambil buah pikirannya sendiri serta mengkomunikasikan pemikirannya sendiri.

Sebagai salah seorang guru,  setelah merefleksi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara, menurut saya pemikiran Ki Hajar sangat relevan dengan konsep pembelajaran abad ke-21 (Pembelajaran Abad 21 merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan kemampuan literasi, kecakapan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta penguasaan terhadap teknologi. Proses pembelajaran akan dimulai dari suatu hal yang mudah menuju hal yang sulit.) sekaligus relevan juga dengan hakikat pembelajaran teknologi.

Industri 4.0 atau revolusi industri keempat merupakan istilah yang umum digunakan untuk tingkatan perkembangan industri teknologi di dunia. Untuk tingkatan keempat ini, dunia memang fokus kepada teknologi-teknologi yang bersifat digital.

Revolusi industri ini merupakan generasi ke-4 yang memiliki skala, ruang lingkup, dan kompleksitas yang lebih luas dibanding sebelumnya. Revolusi industri sendiri dimulai sejak abad ke-18 untuk mengembangkan industri kreatif.

Adapun, bidang-bidang yang mengalami terobosan dengan munculnya teknologi baru, adalah (1) robot kecerdasan buatan, (2) teknologi nano, (3) bioteknologi, dan (4) teknologi komputer kuantum, (5) blockchain (seperti bitcoin), (6) teknologi berbasis internet, dan (7) printer 3D.

Saat ini ada lima tulang punggung industri dalam menjalankan revolusi industri 4.0 di Indonesia, yakni (1) makanan dan minuman, (2) tekstil, (3) otomotif, (4) elektronik, dan (5) kimia.

Adapun, contoh penerapan revolusi industri 4.0 adalah kebijakan e-smart IKM. Dengan adanya hal itu, para pelaku usaha bisa mempromosikan produk lebih masif di platform digital.

Pendidikan 4.0 merupakan istilah umum yang digunakan oleh para ahli teori pendidikan untuk menggambarkan berbagai cara untuk mengintegrasikan teknologi baik secara fisik maupun tidak ke dalam pembelajaran.

Peserta didik dibiasakan untuk berpikir dan menyusun hipotesis, membuktikan hipotesis melalui praktik empiris, memikirkan secara logis dan mengambil kesimpulan logis serta mengkomunikasikan hasil pikirannya dari hasil praktiknya. 

Demikian refleksi singkat atas pemikiran Ki Hajar Dewantara yang berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah

Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Refleksi Filosofi Pendidikan Indonesia “Ki Hajar Dewantara”

Sebagai guru SMP saya begitu merasa kurang sekali tentang filosofi pendidikan “Ki Hajar Dewantara”, sehingga masih banyak yang harus kita pelajari tentang filosofi pendidikan. Pemikian ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan dan pengajaran yaitu sesuai dengan slogan pendidikan di Indonesia. Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Artinya di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan. Begitu pula dengan peserta didik. Jangan samakan proses peserta didik dalam belajar.

Meski mereka dalam rentang usia yang sama namun, kematangan mereka berbeda–beda, begitu juga dengan bakat, minat dan kemampuannya. Kita bisa memberikan arahan, bimbingan, serta berkolaborasi dengan siswa agar mereka berpendapat dan berkembang sesuai dengan proses yang dia inginkan.

Saya menyadari bahwa, selama ini saya terlena pemikiran atau sistem pendidikan dari luar negeri. Mungkin rekan-rekan guru lebih kenal dengan Taxonomy Bloom dalam menyusun rencana pembelajaran. Tapi apakah rekan-rekan pernah mendengar cipta, rasa dan karsa dari filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Pasti masih banyak hal yang belum kita ketahui.

Baiklah, saya akan memaparkan apa yang dimaksud dengan Trilogi Pendidikan KHD. Seperti namanya, Filosofi pendidikan KHD terdiri dari tiga hal, yaitu:

1. Ing Ngarso Sung Tulodo
2. Ing Madyo Mangun Karso
3. Tut Wuri Handayani

Trilogi pertama, Ing Ngarso Sung tulodo. Kalimat ini memiliki makna bahwa Guru mempunyai kewajiban untuk memberikan teladan. Teladan disini lebih menjadi suatu sosok yang memberikan contoh yang baik dalam berkata dan berperilaku. Oleh karena itu, sebagai seorang guru yang akan menjadi contoh, sebaiknya harus mampu menahan egonya. Karena profesi guru menempel selama 24 jam sehari. Sehingga dalam mengerjakan segala sesuatu, guru harus mawas diri atau tau diri. Sebab jika guru melakukan hal yang negatif maka siswa akan mengikutinya, karena dari artinya saja, guru itu digugu dan ditiru.

Trilogi yang kedua, Ing Madya mangun Karso. Kalimat ini memiliki makna bahwa sebagai seorang guru, kita harus bisa menuntun dan menyemangati siswa untuk terus berprestasi. Prestasi itu tidak hanya berupa piala yang diperoleh  dengan mengikuti suatu perlombaan. Prestasi juga bisa diperoleh dengan melakukan pembelajaran.

Dan trilogi terakhir adalah Tut Wuri Handayani, disini guru memiliki makna bahwa guru sebaiknya memberikan dorongan yang nantinya bisa menciptakan motivasi siswa, menuntun mereka dalam membuat keputusan dan menguatkannya. Guru selalu berupaya untuk memberi nasehat dari sudut pandang yang berbeda sehingga siswa terbuka wawasan dan pemikirannya dan untuk mendukung hal ini, guru harus terus meningkatkan kemampuan komunikasinya, maka tidak heran bahwa untuk menjadi seorang guru itu berarti kita akan belajar sepanjang hayat.

Saat ini saya menjadi salah satu peserta CGP yang diharuskan untuk mengikuti pendidikan guru penggerak. Materi pokok dalam pendidikan ini adalah filosofis pendidikan yang dipelopori dari hasil pemikiran Bapak Soewardi Soerjaningrat yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara. Jalan hidupnya yang menentang kolonial pada saat itu, membuatnya di asingkan ke negeri Belanda, dan dari sanalah dia mengamati sistem pendidikan dengan lebih mendalam dan terlahirlah Taman Siswa. Kita sebagai guru Indonesia harus memahami sistem pendidikan Indonesia serta bangga untuk menerapkannya, karena sistem pendidikan ini lebih mengarah kebudayaan Lokal. Akhir kata disini saya bukan untuk menggurui akan tetapi saya ingin berbagi pikiran dengan rekan sejawat tentang sistem pendidikan di Indonesia. Semoga tulisan ini menjadi refleksi bagi kita sebagai guru.